Musibah Agama


Pernah dengar istilah “musibah agama”?

Sebuah tragedi paling kelam yang menimpa umat manusia. Lebih berbahaya dari letusan purbakala yang menciptkan danau toba, tsunami yang menimbulkan ratusan ribuan korban jiwa, atau gempa Lombok yang sudah ratusan kali banyaknya.

Sekilas musibah ini terlihat sederhana. Sesederhana perempuan yang memilih tak lagi berhijab secara sempurna, karena tuntutan pekerjaan atau lingkungan pergaulan.

“Sepertinya dulu mudah berkerudung panjang, kenapa sekarang terasa sulit?”

Sesederhana seseorang yang melupakan seluruh hafalan Al-Quran-nya, karena sudah sibuk dengan akademik dan organisasinya.

“Rasanya dulu mudah sekali berlama-lama dengan AlQuran, kenapa sekarang sulit sekali?”

Sesederhana orang yang tak lagi berkumpul bersama orang-orang soleh karena tuntuan karier yang menguras seluruh energi, waktu, dan pikirannya.

“Kayaknya dulu gampang ikut kajian, sekarang kenapa sulit sekali ya?”

Semua kebaikan yang dulu terasa mudah dikerjakan, sekarang terasa sulit.

Musibah ini sungguh terasa sederhana, bahkan terkadang menyenangkan, melenakan, dan membanggakan. Seperti tak terjadi apapun. Musibah ini tak terasa seperti musibah.

Tapi diam-diam sang korban sedang meruntuhkan bangunan hidayah yang selama ini ia susun batu-batanya satu persatu. Sang korban sedang menghancurkan istananya sendiri di Surga, yang puluhan tahun ia bangun dengan cicilan amalnya, sedikit demi sedikit. Sang korban sedang menguras kekayaan harta senilai, emas sepenuh bumi, bahkan lebih besar dari itu. Ya, itu harga hidayahmu kelak di negeri akhirat.

Begitu pun sebaliknya, boleh jadi hari ini kau ditimpa banyak musibah. Kehilangan keluarga, harta benda, ditimpa penyakit, dan berbagai kemalangan hingga rasanya kau menjadi orang paling menderita di dunia.

Namun, selama kemalangan itu menimpa, tanpa sadar kau jadi selalu dekat dengan-Nya, salat malammu tak pernah terlewat, mulutmu tak henti berdzikir, doamu selalu panjang terurai. Tanpa sadar, nominal rekening hidayahmu melesat bak roket berdigid-digid banyaknya. Tanpa sadar, musibahmu berubah menjadi anugerah paling indah.

Bisa jadi kelak di negeri akhirat, kau menangis bahagia, berterima kasih banyak banyak karena dulu selalu dirundung nestapa.

Begitulah, musibah punya perspektifnya sendiri jika dipandang dari langit.

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”

*another tulisan keren dan #alaihimjleb dari Mbak Qoonit. Di-post disini agar bisa dibaca kembali.

Semua Pasti Berakhir Baik


Alhamdulillaah, selalu ada yang menghangat setiap selesai halaqoh Qur’an di Rumah Tajwid.

(QS Muhammad 47:21) فَإِذَا عَزَمَ ٱلْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا۟ ٱللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ

Belajar lagi satu rumus hidup, ketika tadabbur bersama ustadz kami, Ustadz Hamam hafidzhohulloh, bahwa dalam hidup tugas kita hanya:

  1. Ber-azam (عَزَمَ ٱلْأَمْرُ)
  2. Jujur kepada Allah (صَدَقُوا۟ ٱللَّهَ)

Apa itu “azam”?

Kalau kata mbah Google, azam adalah kebulatan tekad, tekun, dan tabah. Tidak hanya punya niat dan keinginan saja, tapi juga sudah menjalani dengan tekun (consistent), dan tabah, terus berjalan walaupun belum sesuai dengan harapan (persistent). Berazam dalam setiap “amr” atau perintah yang Allah tetapkan.

Syarat kedua, shodaqulloh. Jujur kepada Allah. Meniatkan apa yang dikerjakan itu untuk Allah bukan yang lain. Terus mengoreksi niat, apakah benar dalam menjalani hidup ini, apakah sudah karena Allah? Apakah semua ini kulakukan karena inginku atau ingin-Nya? Terus menelisik niat terdalam dari setiap perbuatan, mengkalibrasi ulang bahwa semua hanya untuk Allah ta’ala.

Jika dua hal tersebut sudah dijalani, selesai. لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ

Semua pasti beres. Semua pasti khoir. Semua pasti happy ending. Tapi inget, happy ending versi kita sama happy ending versi Allah tentu bisa berbeda..Lebih baik yang mana? Tentu happy ending versi Allah.

Klo udah gitu, nyessss….. Hati tenang, gak khawatiran, everything is under controlled..

Gak akan kecewa sama hasil karena selalu bisa menemukan titik syukur dari setiap hasil yang didapati.

Selamat ber-azam dan (teruuuss) menjaga orientasi hanya kepada Allah.

Mendekati Allah


Masih satu genre dengan postingan sebelumnya. Intinya kita harus bin wajib untuk mendekat kepada Allah. Fafirruu ilallaah…Berlari lah, bersegera menuju Allah, klo dalam bahasa Qur’an.

Gimana cara mendekat ke Allah? Jawaban klisenya tentu beribadah. Tapi semua orang juga beribadah. Namun apabila dibandingkan kuantitas dan kualitas ibadah kita dengan para ahli ibadah, wah…kebanting banget pasti. Ada ga ya solusi lain untuk para ‘remahan rengginang’ seperti saya untuk bisa mendekat kepada Allah?

Ustadz Salim A. Fillah alhamdulillaah menjelaskan disini, mengutip perkataan Imam Ibnu Rajab rahimahullohu ta’ala. Dua tips keren dari Imam Ibnu Rajab untuk pedekate sama Allah.

  1. Terus mengadu tentang hajat yang tak pernah ada habis2nya. Terus berbicara kepada Allah dengan sikap hati merasa penuh dosa dan butuh ampunan-Nya, merasa lemah dan butuh pertolongan-Nya, merasa hina dan butuh kemuliaan-Nya, merasa faqiir dan butuh pemberian-Nya..
  2. Bersaing dalam istighfarnya para pendosa. Terus merasa salah, sehingga kita terus meminta ampun. Terus merasa kurang, sehingga kita terus memperbaiki diri.

Bismillaah. Bersegera. Kembali menjadi hamba-Nya selalu memiliki rasa BUTUH dan HINA.

Urgensi Taubat


Berat banget ya judulnya? wkwk. Tapi bener sih taubat ini underrated banget.

Sesi halaqoh Rumah Tajwid pekan lalu, saya mendapat nasihat berharga sekali dari ustadz saya, Ustadz Hamam hafidzhohulloh, tentang pentingnya taubat.

Taubat : Sebab Hati yang Tenang

Pasti udah sering denger ayat, “Alaa bidzikrillahi tatmainnul quluub” (QS Ar Rad 28) alias hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Nah, pertanyaannya gimana caranya supaya bisa mengingat Allah? Ini pertanyaan yang menggelayuti pikiran saya beberapa hari terakhir. Apa iya harus selalu zikir kepada Allah setiap saat? Sholat wajib ontime, sholat sunnah gak boleh ditinggal? Atau tilawah, tadabbur muroja’ah tiada henti? Ini berat banget buat ukuran saya sekarang mah wkwk.

Alhamdulillaah ustadz Hamam pas banget bahas ini. Dan jawabannya adalah di ayat sebelumnya..

Gimana cara menjadi orang yang selalu mengingat Allah? Jawabannya, “Man anaab” atau jadilah bagian dari orang-orang yang bertaubat kepada-Nya..Masyaa Allaah..

Taubat : Salah Satu Kunci untuk Memasuki Pintu Syurga

Ini yang paling bikin speechless.

Efek dari punya habit taubat, selain jaminan auto-tenang di dunia..orang-orang yang selalu bertaubat akan dijamin masuk syurganya Allah..

Dan didalamnya bisa request APAPUN yg dikehendaki. Allahu Ar Rahmaan..

Kesimpulan:

  1. Jika belum (dan mungkin tidak selamanya) mampu bersaing dalam ibadah dengan para ahli ibadah, maka bersainglah dengan para pendosa dalam istighfar dan taubat mereka..
  2. Terus merasa kurang. Terus merasa tidak sempurna. Karena merasa salah itu sholeh, merasa sholeh itu salah.

اللهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

Allahumma aati nafsi taqwaha wa zakkiha Anta khairu man zakkaha Anta Waliyyuha wa Maulaha. Allahumma inni a’udhu bika min ‘ilmin la yanfa‘u wa min qalbin la yakhsha’u wa min nafsin la tashba’u wa min da’watin la yustajabu laha

“Ya Allah karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak manfaat, hati yang tidak khusyu, dan doa yang tidak diijabahi.” (HR. Muslim 2722).